Surat untuk Orang Tua

Yang terkasih, Mama, Papa

Hai Ma, Pa,
aku sudah kembali ke rumah sekarang.
Setelah sekian tahun aku hidup di kota itu,
untuk belajar tentang ilmu, belajar tentang kehidupan, dan belajar tentang bagaimana menjadi diriku.

Syukurlah kalian baik-baik saja,
meskipun banyak keruwetan yang bersemayam dalam kepala kalian.

Kalian sembunyikan itu demi melihatku menggunakan jubah dan toga di foto itu.
Lega rasanya melihat senyum lebar kalian melihatku mengenakannya.
Sudah berkurang satu beban pikiranmu.


Hai Ma, Pa,
aku sudah kembali ke rumah sekarang.
Ke rumah yang dulu sangat ingin kutinggalkan.
Rumah yang dulu penuh dengan aturan dan tuntutan yang beraneka ragam.
Rumah yang selalu memaksaku tertawa saat aku ingin sekali berteriak.
Rumah yang membuatku diam saat banyak hal yang sebenarnya ingin kusampaikan.
Rumah yang membuat mimpiku lebih jauh dari bintang yang kata mereka bisa kuraih.
Masihkah rumah ini sama seperti dulu?

Kini aku sudah menuntaskan sarjanaku.
Sarjana yang secara formalitas kugunakan untuk meraih mimpiku.
Aku telah belajar banyak hal.
Terutama tentang kebebasan.
Untuk bebas memilih mau jadi apa aku.

Tapi, kenapa kalian masih seperti dulu?

Masih dengan pemikiran konservatif kalian tentang
bekerja itu harus di kantor.
Masih memantulkan mimpi kalian pada diriku.

Kenapa kalian masih tidak mau mendengarkan seperti dulu?

Aku tahu kalian hanya ingin yang terbaik buat aku.
Aku paham kalian tidak ingin aku menyesali keputusan masa mudaku.
Aku sadar kalian begitu karena kalian menyayangiku.

Tapi, tak bisakah aku punya kesempatan untuk bebas menentukan pilihanku?
Aku bukan lagi peri kecilmu yang bisa mengabulkan permintaanmu.

Aku sedang berproses menjadi manusia dengan beribu impian
yang ingin kujadikan nyata.

Tak bisakah kalian duduk sejenak di sampingku dan mendengar kisahku?
Tak bisakah kalian merangkulku saat air mataku jatuh?
Tak bisakah kalian memelukku saat sesak hati semakin mengikat?
Tak bisakah kalian hadir ketika tak seorang pun menemaniku?

Aku hanya tidak ingin pergi lagi.
Pergi jauh saat kalian mulai menua.

Tolong dengarkan aku sesaat.

Tolong jangan buat aku pergi lagi, Ma, Pa.

Terima kasih.

Dari Sarjana Mudamu.

*Sebuah renungan dari berbagai kisah teman yang telah menuntaskan sarjananya. Tetap semangat teman-teman. Mereka hanya terlalu mencintai kalian :)*

CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment

Back
to top