Meski aku tak menginginkannya..


Sosok itu pergi lagi. Sama seperti saat-saat yang lalu. Ia mengingatkanku kembali akan pengalamanku yang lalu, tepatnya. Pengalaman yang sangat ingin aku lupakan. Ingin aku hindari bila aku bisa memutar waktu. Namun, aku hanya bisa menerimanya sekarang karena tidak ada yang bisa kuubah.

"Terlalu sibukkah?
Terlalu asik dengan dia yang barukah?
Terlalu sedikitkah waktumu untuk berbagi tawa dan tangis lagi denganku?

Aku memang bukan siapa-siapa
yang berhak mengingatkanmu tentang keberadaanku,,
Aku terlalu takut dan malu..
Bahkan, hanya sekedar menanyakan tentangmu saja harus kuatur kata sedemikian rupa,
untuk tidak membuatmu merasa bahwa aku ingin dianggap sebagai 'siapa-siapa',
meski aku menginginkannya..

Sekedar pengakuanku saja,
Kalau tidak salah, sepertinya aku merindukanmu.. sangat merindukanmu.."

Namun, sepertinya ia sama saja dengan mereka. Tampaknya mungkin aku sudah salah menilai dia. Tapi itu semua pilihan. Dari awal aku sudah memilih mengenalnya. Dari awal aku sudah memilih nyaman dengan dirinya. Dari awal aku sudah mengaguminya. Dari awal aku sudah salah. Salah menentukan pilihan. Aku sudah tahu akhirnya akan begini, tapi tetap kulanjutkan. Yah, aku masih belajar. Belajar mengenal  mereka. Kaum pria. Memilih yang terbaik. Untuk menjagaku, melindungi, menyayangi, dan mencintai aku dan anak-anakku kelak. Ini hanya sebagian proses yang harus aku tempuh. Satu hal yang kuingat, pesan dari sahabatku : Mungkin Tuhan sedang mengajarkanmu untuk punya hati yang tegar ran. hihiihi. Kita masih muda ;). Kata-kata itu yang menguatkanku untuk kembali bangkit, meski sulit.

Terima kasih untukmu,
laki-laki bertubuh sedikit tambun,
berkulit sawo matang,
berparas indah,
dengan tutur kata halus dan senyum menawan,
yang sudah menyinari bulan-bulan terakhir ini..

Terima kasih untuk canda pantunmu.
Terima kasih untuk obrolan hangatmu.
Terima kasih untuk kehadiranmu
Terima kasih untuk saat kemarin

Setiap pertemuan memang menyisakan perpisahan,
harus kuhadapi dan harus kuterima,
meski aku tak menginginkannya.. 

- beatrich titik dua kurung tutup -

CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment

Back
to top