Sudah jam 10 malam.
Hujan lagi.
Anna memasuki kamar berukuran 4 x 4 di rumahnya. Ia menatap ke jendela dan tersenyum sejenak. Ya. Hujan selalu membuatnya tersenyum. Tersenyum untuk Lugo, laki-laki penyuka hujan itu. Tetes-tetes air dari langit itu seakan membawa dan mengalirkan rindu dan salam untuknya. Rasa yang selama ini hanya bisa Anna pendam. Lugo belum tahu, mungkin takkan pernah tahu.
Anna melangkah ke tempat tidurnya, kemudian duduk bersila. Ia menyalakan musik instrumental dari handphonenya. Sejenak ia menatap tembok dengan salib tergantung di depannya, kemudian memejamkan mata. Selanjutnya, ia melipat tangannya dan membuat tanda salib pada dadanya.
Selamat malam, Tuhan.
Terima kasih untuk penyertaan-Mu sepanjang hari ini. Aku bersyukur atas satu hari penuh rasa ini.
Malam ini hujan lagi. Dia menghantui pikiranku lagi, Tuhan.
Aku takut, tapi aku suka.
Aku rindu, Tuhan. Aku kangen dia.
Aku rindu, Tuhan. Aku kangen dia.
Apa kabarnya dia sekarang?
Sudah tiga bulan dia pergi, namun aku belum bisa pergi. Rasa ini selalu kembali pulang untuk hatinya, Tuhan.
Mereka bilang Lugo jahat. Aku gak seharusnya menangisi dia.
Aku memang kecewa, Tuhan. Sangat kecewa. Tapi di sisi lain, sejujurnya, aku lelah.
Aku lelah merasakan jantungku berdetak lebih kencang setiap bayangnya datang di pikiranku, Tuhan. Aku lelah tersenyum sekaligus meneteskan air mata setiap aku ingat kata-kata dan tawa yang pernah dia beri kepadaku.
Aku bingung bila harus merangkum semua rasa ini dalam satu atau dua kata, Tuhan.
Entah aku jatuh cinta atau kenapa. Yang aku tahu aku hanya ingin selalu dekat dengannya, dan sekarang aku tak bisa, Tuhan. Aku tak bisa lagi.
Tolong jaga Lugo, Tuhan. Berikan bahagia lewat perempuan di sisinya sekarang. Jangan biarkan perempuan itu menyakitinya.
Tolong jaga senyum Lugo, untukku, Tuhan, bila Kau tak berkehendak menjaga hatinya untukku.
Tuhan, sakit..
Tuhan, sakit..
Bantu aku melepaskan rasa ini, Tuhan. Tolong bantu aku..
Aku mohon, Tuhan. Bila Kau berkenan, berikan aku satu waktu untuk bisa kembali merasakan keindahan Lugo di hadapanku, Tuhan. Beri aku segenggam menit untuk bisa mendengar suara dan menikmati senyumnya lagi, Tuhan. Selanjutnya, bawa aku pergi. Bawa aku pergi yang jauh darinya. Bawa pergi jauh juga rasa ini, Tuhan.
Aku mohon, Tuhan. Bila Kau berkenan, berikan aku satu waktu untuk bisa kembali merasakan keindahan Lugo di hadapanku, Tuhan. Beri aku segenggam menit untuk bisa mendengar suara dan menikmati senyumnya lagi, Tuhan. Selanjutnya, bawa aku pergi. Bawa aku pergi yang jauh darinya. Bawa pergi jauh juga rasa ini, Tuhan.
Terima kasih, Tuhan. Untuk Lugo, untuk hujan, dan untuk rasa ini.
Selamat malam, Tuhan.
Anna membuat tanda salib untuk yang kedua kali pada dadanya. Ia menatap salib yang tergantung di tembok sambil tersenyum dan menghapus air matanya. Sampaikan salamku untuk Lugo, Tuhan. Bawa rindu ini untuknya. Terima kasih.
"Selamat malam, Lugo,"gumamnya. "selamat menikmati, hujan."
Kemudian, Anna membaringkan tubuhanya. Menatap langit-langit kamarnya. Denting jam perlahan meredupkan matanya. Anna terlelap. Memeluk Lugo lewat doa dan harapan. Mendekap dinginnya udara sampai terasa hangat. Memendam kembali rasa itu. Menunggu waktu yang semoga akan membantu mengungkapnya.
Terima kasih sudah menginspirasiku, hujan..
Sumber gambar : www.google.com
- beatrich titik dua kurung tutup -
0 comments:
Post a Comment